Iptek

Aplikasi AI Baru Mark Zuckerberg Tawarkan Masa Depan Sosial Virtual yang Surreal

Mark Zuckerberg kembali menjadi pusat perhatian publik, kali ini dengan kacamata pintar Ray-Ban Meta yang kerap ia kenakan dalam berbagai wawancara. Sang pendiri Meta tampaknya sangat serius dalam menyampaikan visinya tentang masa depan kecerdasan buatan (AI) — dan bagaimana teknologi ini seharusnya digunakan oleh semua orang. Meski Zuckerberg bukan sosok yang disukai banyak orang, jangkauan global Meta membuatnya berada dalam posisi strategis untuk mewujudkan visinya.

Aplikasi Meta AI terbaru menjadi contoh nyata dari masa depan yang ia maksud. Diluncurkan lebih dari seminggu lalu, aplikasi ini memiliki tampilan dan fungsi yang mirip dengan ChatGPT. Namun alih-alih menggunakan model bahasa besar milik OpenAI, Meta mengandalkan model open-source Llama miliknya sendiri. Salah satu fitur menariknya adalah adanya elemen sosial berupa “feed” yang menampilkan prompt AI dari pengguna lain. Namun alih-alih terasa inspiratif, pengalaman ini bisa terasa membingungkan — bahkan menyeramkan. Di sisi lain, aplikasi ini menimbulkan kekhawatiran serius soal privasi, karena didesain agar bisa dipersonalisasi berdasarkan data dari profil Facebook atau Instagram pengguna.

“Setiap kali kata ‘dipersonalisasi’ digunakan, itu berarti sedang terjadi pengawasan,” ujar Calli Schroeder, penasihat senior dari Electronic Privacy Information Center (EPIC). “Itu artinya sistem ini melacak informasi individu dalam jumlah besar dan menggunakannya untuk menarget pengguna.”

Dengan hampir 3,5 miliar pengguna aktif harian di seluruh dunia, Meta memiliki pangsa pasar yang sangat besar. Banyak pengguna mungkin sudah memakai versi AI dari Meta tanpa sadar, karena teknologi ini telah diintegrasikan ke dalam kolom pencarian Facebook, Instagram, dan WhatsApp sejak tahun lalu. Dalam laporan keuangan terbaru Meta, Zuckerberg mengklaim bahwa aplikasi Meta AI kini sudah memiliki hampir satu miliar pengguna aktif bulanan. Ia juga menyebut adanya “peluang besar” untuk menampilkan rekomendasi produk atau iklan di dalam aplikasi ini di masa depan.

Meski belum jelas apa rencana jangka panjang Meta terhadap AI-nya, beberapa hal sudah terlihat. Zuckerberg menginginkan pengguna memiliki “teman AI,” dan Meta diketahui telah membuat bot yang konon mampu melakukan “peran romantis” dengan anak-anak — sebuah isu yang menuai kritik keras. Reputasi Meta dalam hal privasi dan keamanan anak-anak juga masih tercoreng oleh sejumlah skandal sebelumnya. Zuckerberg juga dikenal gemar meluncurkan produk-produk baru tanpa mempertimbangkan apakah pengguna membutuhkannya atau tidak.

Mimpi 15 Teman: AI sebagai Solusi Kesepian

Salah satu bukti bahwa Zuckerberg sangat peduli terhadap pengembangan Meta AI adalah betapa sering ia membahasnya. Dalam laporan keuangan bulan lalu, ia menyebut Meta AI sebanyak 34 kali, dan terus muncul di berbagai podcast untuk menjelaskan bagaimana AI versinya bisa menjadi jawaban atas epidemi kesepian. Dalam wawancara dengan podcaster Dwarkesh Patel, ia menyebut bahwa rata-rata orang Amerika hanya memiliki kurang dari tiga teman dekat. Ia meyakini masyarakat mendambakan lebih banyak hubungan bermakna — “sekitar 15 teman,” katanya. Dan di sinilah AI hadir sebagai solusi.

“Saya yakin orang akan menggunakan AI untuk banyak aktivitas sosial,” ujar Zuckerberg. “Saat AI mulai mengenal pengguna secara lebih personal, pengalaman itu akan semakin menarik.”

Jika menggambarkan berkumpul dengan teman sebagai “tugas sosial” terdengar aneh, maka hal ini memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai visi Zuckerberg. Kini pengguna sudah disuguhi konten yang dihasilkan AI di Instagram dan Facebook. Namun bayangkan jika akun-akun AI mulai benar-benar “berinteraksi” dengan Anda.

Zuckerberg menyebut soal “perwujudan” entitas AI — lewat Codec Avatars buatan Meta Reality Labs, yang memungkinkan kehadiran sosial virtual yang nyaris tak bisa dibedakan dari kenyataan. Ketika avatar fotorealistik bisa bercakap-cakap seolah-olah manusia sungguhan, mungkinkah seseorang masih merasa kesepian?